Rabu, 25 Desember 2019

FALSAFAH KEMATIAN

FALSAFAH (HIKMAH) KEMATIAN.

Falsafah ialah berasal dari kata Yunani, yaitu “Filo” yang berarti “cinta” dan “Shofis” yang berarti “hikmah atau kebijaksanaan”, dengan perpaduan kata inilah Buya Hamka dalam bukunya Falsafah Hidup, mengartikan “Filsafat” sebagai orang yang gemar atau mencintai hikmah yang terkandung dalam setiap perbuatan. Penulis akan mencoba membuka apa makna dan hikmah yang tersimpan dalam kematian, dalam penulisan ini di ilhami dari karya Buya Hamka yaitu Tasawuf Modern.

Dan penulis mencoba mengembangkan menjadi sebuah tulisan seperti saat ini, yang dimana dilatar belakangi oleh keresahan hati atau gubahan hati terkait kematian itu sendiri. Kematian itu laksana sebuah mobil dan seorang pengendara yang berada didalamnya.

Mobil inilah kita ibaratkan sebagai jasad atau tubuh kasar manusia, dan pengendara itu laksana sebuah ruh yang dimana tanpa adanya ruh itu maka jasad tiadalah hidup. Laksana sebuah mobil tanpa adanya pengendara tak akan mampu dia hidup dengan sendirinya.

Disaat seseorang sedang asik menggunakan mobilnya mengelilingi kota yang indah nan menarik, tibalah saatnya dia merasa lelah atas perbuatannya itu.Dan ingin sekali dia pulang kerumah lalu istirahat dari kegiatan yang demikian itu.Ketika sampailah ditempat yang ia maksud, maka ia memarkirkan mobilnya ditempat yang seharusnya dan pengemudi itu keluar meninggalkan kendaraan tersebut untuk beristirahat.

Timbullah sebuah pertanyaan, Bagaimana keadaan mobil yang ia tinggalkan itu ?Apakah tetap menyala ataukah sudah mati dan diletakkan ditempat yang semestinya ? Tentulah kita jawab, mobil ini sudah dimatikan dan letakkan oleh pemiliknya ke tempat yang seharusnya. Lantas bagaimana dengan pengguna mobil tersebut ? Atau kah dia ikut mati ataukah dia tetap hidup. Tentulah kita akan menjawab dia akan tetap hidup. Lalu kemana dia berpindah ? Pastilahkan kita jawab. Ia berpindah dari sebuah tempat yang sempit yaitu mobil, menuju ke tempat yang lebih luas yaitu rumah.

Begitulah hakikat kematian. Kematian bukanlah ketika semuanya mati habis dan tiada lagi yang tersisa. Kematian ialah berhentinya jasmani kita,dikarenakan ruh kita sudah sampai ditempat yang ia tuju. Tempat yang dari sanalah ia berasal dan sudah sepatutnyalah ditempat itu pula ia pulang dan kembali. Dengan begitu pahamlah kita bahwa hanya jasmani kitalah yang sudah mati namun ruh yang dimana dengan hadirnya itu didalam tubuh dan dengan ruh itulah jasmani kita hidup, maka ruh tetaplah hidup walaupun jasmani sudah mati.

Lantas bagaimana dengan jasad yang sudah ditinggalkan ruh itu ? diletakkan dimana jasad itu ?
Ia akan berada ditempat yang seharusnya menjadi tempat pemberhentiannya juga. Tiada lain tempat yang terbaik untuk jasad itu ialah tanah, dia dihantarkan oleh manusia yang lainnya untuk di hantarkan ke tempat yang memang sudah sepatutnya, dan ketika mereka sudah sampai, maka jasad kita ini akan dikuburkan didalam tanah tersebut. Berasal dari tanah dan akan ditempatkan kedalam tanah jua jasad ini.

Ketika jasad sudah sampai ditempat yang ia tuju, lantas bagaimana dengan ruh kita, dimanakah tempat yang ia tuju sebenarnya ? Tempat yang ia tuju ialah tempat yang penuh dengan anugrah dan nikmat dari Rabbnya, bagi mereka yang senantiasa berbuat kebajikan dan amal sholeh. Bahkan banyak sekali ruh yang meminta izin kepada Rabbnya agar mereka bisa kembali ke dunia dengan jasadnya, agar dia dapat mengerjakan amal sholeh tersebut dan mendapatkan tempat yang didambakannya itu,


Lantas kiranya tempat apa yang demikian itu ? tempat itu tiada lain ialah disisi Tuhannya,
وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ
“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki” (QS. Ali Imran: 169)
Tidakkah kita akan menolak, jika kita berada disamping seseorang yang kita cintai ?. Dan tentulah kita tidak akan menolak jika diri kita ini dapat berada disampingnya selamanya ?. Terlebih lagi jika didekat sisinya itu terdapat banyak anugrah dan kenikmatan, tentulah tidak ingin rasanya hati kita menolak hal itu. Maka tidak sepatutnya kita menolak kematian tersebut, karena dengan perantara kematianlah ruh kita akan berada disisi Allah Swt.

Mengapa dengan kematian barulah kita dapat berada disisi-Nya ?  Karna ia ibarat sebuah jembatan sahaja yang dimana hanya dengan jembatan itulah kita bisa mencapai jalan selanjutnya. Mau tidak mau haruslah jembatan itu kita lewati untuk sampai kepada-Nya. Dan dengan kematian itu kita dapat berjumpa dengan kekasih yang paling kita cintai. Dan begitupun kepada-Nya, Ia juga sangat mencintai kita. Sehingga kita ditempatkan disamping-Nya dan diberikan kenikmatan dan anugrah-Nya.

Itulah hakikat dari sebuah kematian, semoga dengan tulisan ini kita tersadar bahwa kematian bukanlah akhir dari segalanya. Melainkan kematian merupakan jembatan untuk sampai ke tujuan yang sebenarnya. Tujuan itu tiada lain ialah dapat berada disisi kekasih kita yaitu Allah Swt., yang dimana karena-Nya diri ini dapat menikmati kehidupan didunia ini, yang telah dilimpahi anugrah dan rahmat-Nya. Maka sudah sunatullah lah orang yang mencintai ingin berada disisi orang yang dicintainya.



Sumber bacaan
1. Buya Hamka, Falsafah Hidup
2. Buya Hamka, Tasawuf Modern



Sabtu, 27 April 2019

FALSAFAH CINTA

FALSAFAH CINTA

Cinta merupakan sebuah rasa ketertarikan yang Allah anugrahkan kepada makhlukNya, dan dengan adanya cinta ini maka akan timbul pula sifat yang lain, diantaranya saling mengasihi dan juga saling menyayangi. Cinta merupakan sebuah rasa yang menimbulkan rasa hormat dan menghargai antar sesama, dan dengan adanya cinta pula sebuah hubungan menjadi erat dan tak dapat diputuskan.

Cinta itu pada dasarnya mengajarkan saling kasih sayang antar sesama maka mustahillah seorang pecinta memiliki sifat pembenci, karna sifat benci bukanlah hadir daripada rasa Cinta, melainkan dari pada rasa hasad dan dengki. Mustahillah seseorang yang mempunyai rasa cinta ia akan merendahkan orang lain, karna bukanlah hakikat rasa cinta jika harus merendahkan karna sejatinya cinta itu menimbulkan rasa penghargaan.

Jika kita coba dalami arti cinta maka akan insaflah diri kita ini, betapa munafiknya diri kita ini yang mengaku mempunyai rasa cinta, namun tidak menjalankan hakikat cinta itu sendiri. Dan jika kita coba menilik lebih dalam, akan semakin insaflah diri ini, karna manusia memerlukan cinta dalam hidupnya dan ia tak akan mampu hidup tanpa adanya cinta, karna ia hidup didunia ini tidaklah sendiri melainkan hidup bersama dengan manusia yang lainnya.

Oleh karenanya jika cinta tidak ditumbuhkan dalam diri, maka ia akan hidup dalam kesendirian dan kebimbangan, karna tiadalah seorangpun yang ingin mendekat kepadanya, karna orang hanya mau berkawan dengan yang saling mencintai. Karna adanya cinta itu mereka merasa dihargai dan ingin bergaul dengan kita.

Cinta yang ada pada diri kita tidak boleh ada sekat pemisah diantara sesama, karna Rasulullah Saw. Sendiri bersabda;
“Tidak berimanlah kamu jika kamu tidak mencintai Saudaramu seperti mencintai dirimu sendiri”
Mengapa demikian? Karna jika kita cinta pada saudara kita, mustahillah muncul sifat kebencian kepada saudara kita. Karna pada hakikatnya kita pun ingin diri kita dicintai bukan dibenci apalagi sampai dihinakan. Jika diri kita tidak ingin diperlakukan itu, maka lakukanlah hal yang sama terhadap saudara kita.

Karna itulah Islam menjunjung tinggi sifat sosial terutama dikalangan masyarakat apalagi dengan saudara yang masih ada hubungan darah, maupun tidak.
Sehingga Rasulullah Saw. Menyatakan tidak beriman. Bukankah itu sebuah teguran bagi kita?  Bukankah itu pukulan yang mendalam bagi kita?  Cobalah kita renungkan akan hakikat cinta ini, agar diri kita ini semakin insaf dengan urgensi cinta ini.

Pada hakikatnya Cinta itu ialah suci pada dasarnya, karna ia merupakan anugrah dari Tuhan. Namun terkadang sesuatu yang suci itu kerap kali ternoda, sebagaimana batu hajar aswad yang dahulunya putih kinipun menjadi hitam akibat ternoda dosa manusia. Dan juga segelas susu yang putih akan berubah menjadi abu abu seketika, ketika ia dituangkan kopi didalamnya.

Cinta yang suci itupun ternoda dengan pelaku cinta itu sendiri. Karna kerapkali pelaku cinta itu menggunakan istilah cinta hanya untuk kemauan dirinya atau nafsunya semata. Bukan hanya itu, namun prilaku jahatnya pun dibalut dengan istilah cinta. Bolehlah kita tengok dengan fenomena yang ada pada zaman ini. Betapa banyak para pemuda melakukan kejahatannya dengan mengatasnamakan cinta padahal itu bukanlah cinta, melainkan dusta yang dibalut dengan cinta.

Bahkan Dr.Freud didalam Buku BUYA HAMKA, mengatakan “Tidak ada cinta yang tulus antar sesama manusia” jika kita baca saja, mungkin pernyataan ini tidak benar. Namun cobalah kita tilik kembali, maka kita akan insaf bahwa betul demikian, namun saya tidak sepenuhnya setuju dengan pernyataan itu.
Karna ada sebuah cinta yang tulus antar manusia, ialah cinta kedua orang tua kita kepada diri kita. Cobalah kita tilik cinta mereka kepada kita, demi Allah mereka tidak pernah mengharapkan balasan apapun dari kita, karna cinta yang tulus tidak mengharapkan timbal balik.
Demi Allah orang tua kita menjaga kita dengan penuh cinta dan harapan agar anaknya itu bisa tetap hidup untuk menikmati dunia ini. Namun berbanding terbalik dengan diri kita, andaikan jika Allah tidak memerintahkan diri ini untuk menghormati kedua orang Tua kita, akankah kita akab hormat? Tidak, dan bahkan ketika kita sudah dewasa kitapun menjaga orang tua kita tidak dengan cinta dan bahkan kita menjaganya hanya untuk menunggu matinya saja, berbeda dengan orang tua kita, menjaga kita untuk tetap hidup.

Itulah cinta yang tulus yang ada dari orang tua kita, namun kerap kali kita tidak menyadarinya. Dan cinta antar sesama manusia selain itu tiadalah akan namanya tulus, bolehlah kita ambil contoh orang yang menikah. Apakah mereka menikah karna cinta yang tulus? Tidak, mereka menikah hanya untuk menghalalkan nafsunya saja. Dan ketika mereka menikah, pastilah mereka berharap adanya rasa kasih sayang diantara sesamanya. Bukankah cinta yang tulus tidak membutuhkan balasan demikian?.  Tidak, itulah cinta yang berbalas dan bukanlah cinta yang tulus, walaupun sudah dengan ikatan suci. Apakah ketika demikian hal itu tidak diperbolehkan? Tentu saja boleh, karna itulah cara agama memberikan Jalan keluar atas permasalahan demikian.
Sehingga itu Dr. Freud berani mengatakan demikian.

Itulah hakikat cinta, cinta itu suci karena merupakan fitrah, namun ketika hal yang suci itu janganlah dinodai dengan perbuatan kita yang mengatasnamakan cinta. Hindarilah perbuatan itu, dan Janganlah munafik. Akui saja jika itu memang nafsumu tak usah kau balut dengan cinta yang suci itu.

Dan Ingatlah teruslah hormati dan hargai kedua orang Tua kita. Karna hanya dirinyalah yang mempunyai cinta yang tulus untuk diri kita. Tak bisa kita akan mendapatkan cinta yang tulus selain darinya.

Sabtu, 20 April 2019

Falsafah Niat Dalam Kehidupan

FALSAFAH NIAT DALAM KEHIDUPAN 
Dalam kehidupan kita kerap sekali melakukan sebuah perbuatan, baik perbuatan yang menimbulkan manfaat maupun yang menimbulkan keburukan. Perbuatan yang menimbulkan manfaat dinamakan “ 'Amal Sholih” dan perbuatan ini muncul dari sebuah akhlak, yaitu Akhlak Mahmudah(Akhlak Terpuji). Dan adapun perbuatan buruk itu muncul karna adanya Akhlak Mazmumah(Akhlak Tercela) dalam diri seseorang. 
Bahkan jika kita tilik, Akhlak Mazmumah bukan hanya menimbulkan perbuatan buruk tetapi juga menimbulkan sebuah perbuatan yang tampaknya juga baik, namun perbuatan itupun jadi buruk karna adanya Akhlak Mazmumah berupa “Riya' “. Riya sendiri mempunyai lawan yaitu “Ikhlas”, riya' dan ikhlas ini terdapat didalam hati kita yaitu berupa “Niat”.
Niat menurut Syaikh Abdurrahman bin Nashir as Sa’di, ialah maksud dalam beramal untuk mendekatkan diri pada Allah, mencari ridha dan pahalaNya. Atau dapat pula kita simpulkan dengan singkat, bahwa Niat adalah maksud dalam melakukan sesuatu. Sesuatu yang kita kerjakan pasti memiliki maksud, baik buruknya suatu perbuatan itu, maka maksud inilah yang bernama “Niat”. 
Niat merupakan perkara yang penting dalam kehidupan terutama dalam bersosial terhadap masyarakat. Karna pentingnya niat itu Rasulullah Saw. Bersabda. 
إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى
“ Sesungguhnya setiap amalan perbuatan itu tergantung kepada niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan”

Dengan adanya hadits tersebut semakin insaflah kita akan perlunya niat dalam segala hal. Sebagaimana dalam hadits itu disebutkan, yaitu “bahwa setiap amalan perbuatan itu tergantung kepada niatnya “ jika kita tilik sabda Nabi ini, maka perbuatan yang kita lakukan sebaik apapun itu tetapi jika diawali niat yang tidak baik, maka tidak menjadi baik pula perbuatan kita, melainkan menjadi perbuatan yang rusak karna sebelum pelaksanaannya saja sudah diawali dengan maksud yang tidak baik. 

Cobalah kita menilik kepada kejadian yang terjadi saat ini, betapa banyak orang mulai dari para pejabat dan orang kaya raya yang berlomba lomba berbuat kebajikan namun sayang perbuatan mereka tersebut tidak diiringi dengan niat yang tulus. Betapa banyak orang orang kaya dan pejabat yang dimana mereka berbuat baik lantaran ingin namanya dikenal dan mereka melakukan hal tersebut hanya pada momen yang menguntungkan baginya, jika tidak menguntungkan maka mereka tidak akan dan bahkan enggan untuk melakukan hal kebaikan tersebut. 

Rasulullah Saw. Juga menambahkan bahwa “setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan”. Cobalah kita tilik kembali dengan kisah diatas, banyak orang yang berbuat kebajikan namun niatnya hanya mencari nama baik dan juga pangkat saja. Lalu sebenarnya untuk apa mereka melakukan hal demikian, tidak lain tidak bukan hanya untuk menutupi keburukan yang ada pada dirinya. Laksana ia memakai pakaian kebaikan ditempat yang menguntungkan dirinya dan juga namanya, dan betul saja ia mendapat sorak gembira dan menjadi terkenal dikalangan itu saja dan tidak akan lebih. Dan bahkan akan membuat orang yang mengenalnya menjadi jijik atas dirinya. 

Lantas jika seseorang itu sudah pulang dari tempat yang menguntungkan dirinya itu, akankah ia tetap memakai pakaian kebaikan itu? Tentulah tidak, karna ia akan malu kepada masyarakat yang kenal akan dirinya. Sekalipun jika ia berani pulang dengan pakaian seperti itu, maka dimata masyarakat tidak ubahlah pandangannya tentang dirinya dan bahkan masyarakat akan tertawa karna sejatinya pakaian yang ia pakai hanyalah untuk menipu masyarakat yang berada jauh darinya dan tidak begitu kenal akan dirinya, namun sejatinya masyarakat yang kenal akan dirinya tidaklah akan tertipu karna mereka tau sejatinya pakaian kebaikan tadi digunakan hanya untuk menutupi buruknya perbuatannya.

Itulah sedikit contoh jika seseorang berbuat kebaikan namun niatnya tidak tulus dari hati dan ia melakukan itu hanyalah untuk mencari nama saja, sehingga rusaklah perbuatan tadi karna niat buruknya sang pelaku tersebut. 
Dan perbuatan demikian hendaklah kita hindari, supaya kita tidak bermuka dua dihadapan orang lain ataupun kita hanya pandai cari muka saja dihadapan orang atas dasar menutupi keburukannya. Jika sifat mencari muka dihadapan orang terus digencarkan maka ia akan terus menerus mencari cara agar dikenal orang dan terlihat baik, sampai sampai ia lupa menilik dirinya sendiri. Sehingga jika ada yang memberikan kritik atasnya, ia tidak akan menyadari kesalahannya dan bahkan ia merasa tidak bersalah karna sibuk mencari muka.

Sekian pemikiran saya yang dapat saya tuangkan dalam tulisan yang singkat ini, semoga Allah SWT. Menjauhkan kita semua dari pada sifat tersebut dan selalu menjaga niat kita dalam beramal.
Amin ya Rabbal 'Alamin.

#Sumber Bacaan
BUYA HAMKA, FALSAFAH HIDUP 
BUYA HAMKA, PELAJARAN AGAMA ISLAM I,II, dan III



Sabtu, 24 November 2018

Mencari Tuhan

بسم الله الرحمن الرحيم

Mencari Tuhan

اسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Setelah kemarin saya membahas tentang Qs Al Ikhlas ayat 1. Sekarang izinkan penulis untuk membuat sebuah tulisan yang berjudul " Mencari Tuhan ".
Penulis mengambil sumber dari buku karangan BUYA HAMKA.

Fase mengenal Sang Pencipta
Pada awalnya ketika manusia terlahir kemuka bumi, mereka merasa kebingungan. Ketika mereka menggunakan akalnya untuk berfikir sedikit saja, Maka muncullah rasa keimanan atau kepercayaan tentang adanya sosok yang telah menciptakan segalanya. Mereka kebingungan, ada ciptaannya tetapi pencipta-Nya tidak ditemukan, tetapi mereka tetap meyakini adanya Sang Pencipta itu.

Maka ketika pada masa purbakala, mereka menemukan sebuah benda yang dimana menurut mereka bisa memberikan petuah atau keberuntungan baginya, maka benda itu dijadikan sebagai sesembahan dan dianggap sebagai Tuhan mereka.
(DINAMISME)

Ketika masa bercocok tanam, mereka tidak lagi meyakini benda ( bebatuan dll)  sebagai yang pemberi petuah apalagi hingga menuhankan benda tersebut, tetapi mereka mulai menuhankan Alam Sekitar, diantaranya mereka menuhankan matahari, menuhankan air dan bahkan menuhankan tetumbuhan yang dimana karna adanya tetumbuhan itu mereka bisa makan dan bertahan hidup.

Pada masa yang modern, mereka tidak lagi menuhankan alam sekitar tetapi mereka mulai berfikir bahwa asal mula mereka terlahir yaitu dari pada dua alat kelamin yang bertemu. Maka pada masa ini mereka menuhankan alat kelamin karna mereka berfikir dari alat itulah mereka tercipta. Sehingga pada masa ini muncul pengkultusan kepada orang yang dituakan, akan tetapi ketika orang yang dikultuskan ini telah tiada maka mereka merasakan bahwa arwah dari pada orang yang dituakan tetap ada dan menjaga mereka. Sehingga muncullah kepercayaan kepada arwah nenek moyang(ANIMISME).

Semakin manusia menggunakan otaknya untuk berfikir maka kepercayaan yang telah mereka percayai tadi tidaklah berarti. Muncullah para Filsuf yang dimana mereka berusaha keras mencari hakikat siapa sebenarnya yang telah menciptakan mereka. Mereka berfikir terus menerus hingga akhirnya cara berfikir mereka terhenti, bisa diibaratkan mereka telah berfikir panjang namun mereka menemui sebuah tembok yang sangat tinggi, ketika menjumpai tembok tersebut para Filsuf terbagi menjadi dua golongan ;

1. Golongan yang meyakini akan kekurangan mereka dan kelemahan mereka dalam berfikir, maka mereka mengatakan bahwa mereka telah sampai pada sebuah batas yang dimana dibatasi oleh dinding dan mereka meyakini dibalik dinding itu ada yang memiliki namun mereka ia tidak mampu menjangkaunya, sehingga mereka meyakini akan adanya kepercayaan Mutlak yang tidak dapat ditembus dengan pola pikir manusia.

2. Golongan yang sombong dan tidak mau meyakini akan kelemahan akalnya dalam berfikir. Sebenarnya mereka dalam berfikir juga mencapai batas yang dibatasi oleh dinding,  lalu mereka tidak dapat mencapai dinding itu dan mereka mengatakan bahwa dibalik dinding itu tidak ada apa apa padahal mereka sendiri belum dapat mencapai dinding tersebut. Namun kepercayaan mereka itu bertentangan dengan Kodratnya karna tidak mungkin ada dinding tanpa ada yang membangun tetapi mereka malu mengakui kelemahan akalnya sehingga yang mereka katakan bertentangan dengan hatinya.

TEORI TENTANG ADANYA TUHAN
1. Teori Kejadian
      Manusia tercipta dan terlahir dimuka bumi ini bukanlah atas kehendaknya. Dan bukan dia pula yang menjadikan dirinya itu. Dan ketika manusia ada mereka tidak menciptakan langit ataupun bumi ini, melainkan mereka sudah mendapati bahwa langit sudah menjadi atap dan bumi sudah menjadi tempat berpijak. Dan bahkan manusia pun tidak akan mampu menciptakan bulu yang ada ditubuh mereka. Dan bahkan ketika mereka berhubungan dengan pasangannya mereka tidak akan mampu untuk menghendaki jenis kelamin apa anaknya nanti.
Jika mereka menggunakan akalnya dalam berfikir dalam melihat segala kejadian yang terjadi, maka ia akan bertanya: Siapa yang menjadikan ini, maka dapatlah jawabannya: ada tuhan yang menjadikan ini semua. Inilah Teori Kejadian.

2. Teori Peraturan dan Pemeliharaan.
     Ketika manusia masuk kedalam rumah, maka didapati rumah itu terdapat meja, kursi dan kamar yang tersusun rapih. Dan ketika ia pergi kepekarangan rumahnya, maka ia lihat tertata rapih pekarangan tersebut. Dan muncullah pernyataan didalam diri, bahwa yang mengatur rumah dan pekarangan ini bukanlah seorang Arsitek yang asal asalan tapi seorang Arsitek yang sangat handal.
Maka ketika ia melihat di alam sekitar,  ia melihat pohon durian yang berdekatan dengan pohon manggis tapi rasa durianpun tidak akan pernah berubah menjadi rasa manggis karna adanya pengatur yang sangat hebat. Ketika ia melihat kelangit maka akan didapati adanya Bulan dan bintang bintang yang tidak pernah bertabrakan karna adanya pengatur dan pemelihara.
Siapa pemelihara dan pengatur itu yang sangat lihai dalam mengatur alam semesta ini?  Maka akan timbullah jawaban bahwa Tuhan lah yang mengatur dan memelihara itu semua. Inilah Teori Peraturan dan Pemeliharaan.

3. Teori Gerak
    Ketika bola disepak maka ia akan melambung keatas, tetapi karna dia berat maka ia akan jatuh kebawah. Matahari berat, bulan berat tetapi mereka tidak pernah jatuh kebawah.  Berarti teori berat akan jatuh kebawah terbantahkan oleh adanya matahari yang berat tetapi tidak pernah jatuh. Maka siapa yang menggerakan semua itu?.  Maka muncullah jawaban adanya Tuhan yang menggerakan semua itu sehingga bertentangan dengan pola pikir manusia itu sendiri.
Inilah Teori Gerak.

4. Teori Ada
     Kita ada bukanlah karna kemauan kita sendiri, dan begitupun matahari, ia ada bukan karna kemauannya sendiri. Maka mustahillah mengadakan sesuatu yang tidak ada menjadi ada hanya karna kemauannya sendiri, melainkan kemauan dari pada Sang Pencipta itu sendiri.
Dalam fithrah manusia, jika ia melihat segala sesuatu yang ada tapi tidak diketahui siapa penciptanya maka kita katakan "tak tahu siapa yang membuatnya".  Dan kita tidak berkata "tak ada pembuatnya".
Oleh karna itu, dahulu kita tidak ada maka sekarang ada, siapa yang mengadakan itu?. Yang mengadakan itu ialah Tuhan.
Inilah Teori Ada.

PERNYATAAN FILSUF ADANYA TUHAN
       Filsuf dari Inggris yaitu Herbert Spencer yang dikenal tidak percaya pada suatu agama apapun, ia mengatakan “ Kita terpaksa mengakui juga, bahwasanya segala kejadian ini adalah tanda bukti daripada Kodrat Yang Mutlak dan sangat tinggi untuk dicapai oleh akal kita. Dan agama itu yang mula mula sekali menampung hakikat yang tinggi dan mengajarkan siapa Dia. Cuma saja, agama itu pada mulai turunnya masih bercampur aduk dengan ajaran yang kacau balau”.    

       Socrates seorang Filsuf mengatakan kepada muridnya yaitu Plato akan adanya Kodrat yang Mutlak yang tidak akan mampu untuk dijangkau oleh manusia.

       Selain itu adapula Filsuf yang mengatakan bahwa segala yang ada dialam ini adalah mempunyai tujuan dan tujuannya mencapai kepada Kodrat Yang Mutlak tersebut. Adapula yang mengatakan bahwa segala yang ada dibumi ini merupakan sebagian dari pada Tuhan.

ISLAM DALAM MEMANDANG KE-TUHANAN
    Dalam pandangan Buya Hamka, beliau mengatakan jika para Filsuf menggunakan agama sebagai landasan berfikir tentang ketuhanan, maka ia tidak akan tersesat dan mereka akan mengatakan bahwa yang ada dibumi ini bukan sebagian Tuhan melainkan tanda akan adanya Tuhan.

Tuhan yang disembah oleh seluruh ummat manusia ialah hanya satu yaitu ALLAH SWT.
Allah SWT berfirman:

اِنَّ اللّٰهَ رَبِّيْ وَرَبُّكُمْ فَاعْبُدُوْهُ  ۗ  هٰذَا صِرَاطٌ مُّسْتَقِيْمٌ

"Sesungguhnya Allah itu Tuhanku dan Tuhanmu, karena itu sembahlah Dia. Inilah jalan yang lurus."
(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 51)

Allah SWT berfirman:

اِنَّ هٰذِهٖۤ اُمَّتُكُمْ اُمَّةً وَّاحِدَةً  ۖ  وَّاَنَاۡ رَبُّكُمْ فَاعْبُدُوْنِ

"Sungguh, (agama tauhid) inilah agama kamu, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu maka sembahlah Aku."
(QS. Al-Anbiya 21: Ayat 92)
Dalan tafsir Jalalayn yang dimaksud agama Tauhid ialah agama Islam, sehingga sudah jelaslah bahwa agama Islam itu agama Allah, sehingga Allah hanya meridhoi agama Islam yang berada disisi-Nya. Dan jelaslah pula bahwa Allah SWT. Adalah Tuhan untuk seluruh ummat manusia.

Akhirnya Al fakir mohon maaf jika terdapat kesalahan, karna manusia tidak mungkin terlepas dari kesalahan.
وسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Senin, 19 November 2018

Al Ikhlas ayat 1

Dakwah Al Ikhlas 112:1


Allah SWT berfirman:

قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌ  
"Katakanlah (Muhammad), Dialah Allah, Yang Maha Esa."
(QS. Al-Ikhlas 112: Ayat 1)
Asbabun Nuzul Qs Al Ikhlas didalam tafsir Ibnu Katsir sebagai berikut ;
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id alias Muhammad ibnu Maisar As-Saghani, telah menceritakan kepada kami Abu Ja'far Ar-Razi, telah menceritakan kepada kami Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abu Aliyah, dari Ubay ibnu Ka'b, bahwa orang-orang musyrik berkata kepada Nabi Saw.”Hai Muhammad, gambarkanlah kepada kami tentang Tuhanmu. Maka Allah menurunkan firman-Nya: Katakanlah, "Dialah Allah Yang Mahaesa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan-Nya."(Al-Ikhlas: 1-4)
Ikrimah mengatakan bahwa ketika orang-orang Yahudi berkata, "Kami menyembah Uzair anak Allah." Dan orang-orang Nasrani mengatakan, "Kami menyembah Al-Masih putra Allah." Dan orang-orang Majusi mengatakan, "Kami menyembah matahari dan bulan." Dan orang-orang musyrik mengatakan.”Kami menyembah berhala." Maka Allah menurunkan firman-Nya kepada Rasul-Nya:
{قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ}
Setelah kita mengetahui Asbabun Nuzul nya, maka penulis akan menuliskan beberapa pertanyaan yang dimana berkaitan dengan ayat tersebut ; 
P: Pertanyaan
J: Jawaban
1. P: Siapa yang memberikan nama “الله” pada diri-Nya?  
J: Qs Ta Ha: 14 
Allah SWT berfirman:

اِنَّنِيْۤ اَنَا اللّٰهُ لَاۤ اِلٰهَ اِلَّاۤ  اَنَا فَاعْبُدْنِيْ  ۙ  وَاَقِمِ الصَّلٰوةَ لِذِكْرِيْ

"Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan laksanakanlah sholat untuk mengingat Aku."
(QS. Ta-Ha 20: Ayat 14)

2. P: Jika memang Allah itu ada, lantas mengapa dia tidak bisa dilihat oleh kita? 
J: Coba kalian berfikir, matahari itu ada cahaya nya?  Pasti ada, tapi bisa tidak mata kita untuk melihat matahari secara langsung tanpa adanya alat bantu?  Pasti tidak bisa, dan jika dipaksakan maka itu akan merusak mata. Sekarang pertanyaan untuk kalian, jika matahari saja tidak mampu kita lihat lantas bagaimana caranya kita akan melihat sang Maha Pencipta yang dimana ciptaannya saja tidak mampu kita lihat tanpa adanya alat bantu.

3. P: Di akhir ayat berbunyi “احد” yang artinya Esa, bukankah trinitas dalam agama Kristen itu tujuannya untuk Tuhan yang satu tapi mengapa mereka salah? 
J: Qs Al Ma’idah: 73
Allah SWT berfirman:

لَـقَدْ كَفَرَ الَّذِيْنَ قَالُوْۤا اِنَّ اللّٰهَ ثَالِثُ ثَلٰثَةٍ  ۘ  وَمَا مِنْ اِلٰهٍ اِلَّاۤ اِلٰـهٌ وَّاحِدٌ   ۗ 

"Sungguh, telah kafir orang-orang yang mengatakan bahwa Allah adalah salah satu dari yang tiga, padahal tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa."
(QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 73)
Logikanya maka seperti ini, anda seorang perempuan dan anda juga mempunyai adik perempuan. Datanglah seorang lelaki yang cinta kepada dirimu tetapi ia tidak langsung memberikan rasa itu kepadamu, justru ia memberikan rasa cinta dan sayangnya itu kepada adikmu, dengan harapan agar bisa lebih dekat denganmu. Sekarang pertanyaannya apakah kamu menerima cara yang demikian itu?  Pasti tidak, dan dirimu akan marah kepadanya lalu berkata “ Jika kamu memang mencintaiku mengapa kamu memberikan rasa cinta dan sayang yang kepada adikku kenapa tidak langsung kepadaku?”.
Jika dirimu marah dan cemburu akibat demikian lantas bagaimana dengan Allah?  Allah marah dan cemburu karna Allah tidak mau diadakan sekutu atau perantara dalam beribadah kepada-Nya.

4. P: Dalam ayat tersebut terdapat kata dhomir “ هو”. Bukankah itu menunjukkan untuk isim laki laki, berarti Allah berjenis kelamin donk? 
J: Baca ayatnya hingga tuntas, disana dilengkapi dengan kata “احد” yang artinya Esa atau Satu. Pertanyaan untukmu sekarang, ada berapa banyak laki laki didunia ini?  Tidak terhitung kan? Sehingga yang bersifat احد itu hanyalah Allah saja, para makhluk-Nya tidak memiliki sifat itu. Dan mustahil Allah berjenis kelamin, karna Allah itu berbeda dengan makhluk-Nya.
Allah SWT berfirman:

   ۗ  لَيْسَ كَمِثْلِهٖ شَيْءٌ  ۚ  وَهُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ

"Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang Maha Mendengar, Maha Melihat."
(QS. Asy-Syura 42: Ayat 11)

5. P: Kau bilang Allah itu Maha Esa sudah pasti dia Maha Kuasa kan?,  nah bisakah Allah itu menciptakan sesuatu yang dimana Allah tidak bisa mengangkatnya?.
J: Sekarang saya balik bertanya kepada anda, sesuatu yang anda maksud itu apa?  Coba tunjukkan kepada saya. Karna matahari yang besar saja bisa Allah hancurkan, lantas sesuatu yang anda maksud itu apa?. 
P: Ya sesuatu 
J: Iya sesuatu itu apa?. 
P: hmmm ( Terdiam dan memikirkan sesuatu apa yang ia maksud)

6. P: Tolong ceritakan sejarah singkat tentang Tuhan sehingga Allah menurunkan ayat tersebut.
J: Pada dasarnya ketika kita lahir didunia ini, lalu kita berfikir maka kita akan mengatakan didalam hati bahwa ada yang menciptakan dunia ini, tetapi kita tidak memgetahui siapa nama penciptanya ini. Karna keinginan kita mengetahui siapa pencipta ini, maka banyak orang yang menggambarkan Sang Maha Pencipta dengan pemahamannya dan sesuai hawa nafsunya. Maka dari itu muncullah berhala sebagai sesembahan dll. Oleh karna itu Allah menurunkan para rasul-Nya untuk menjelaskan siapa yang Maha Pencipta itu maka turunlah ayat tersebut yang dimana untuk menjawab pertanyaan tentang siapa Sang Pencipta itu sekaligus menjawab tuduhan yang hina dari pada para manusia pada saat itu.

7. P: Okey, lalu bagaimana dengan adanya sekumpulan manusia yang tidak percaya dengan adanya Tuhan?. 
J: Jadi begini, ketika para Filsuf menggunakan akalnya untuk berfikir tentang ketuhanan, maka ia akan sampai pada sebuah tebing jurang lalu ia melihat disebrang sana adapula tebing yang lebih tinggi dan bahkan tidak akan mampu untuk dijangkau manusia. Maka seseorang yang akalnya bersih dan jujur maka ia akan mengatakan bahwa ada tebing yang tinggi dan itulah yang dinamakan Kebenaran Mutlak atau alam ketuhanan yang dimana tidak akan mampu dicapai oleh akal manusia. Lalu terdapat pula seseorang yang telah lelah berfikir dan ia mengatakan bahwa tidak ada tebing lagi yang lebih tinggi dari pada yang ia pijak, padahal ia melihatnya secara langsung. Tetapi ia malu mengakui kelemahan akalnya dalam mencapai tebing tersebut sehingga ia mengatakan tebing itu tidak ada.


Sebagai penutup, seorang Filsuf dari Inggris yaitu Herbert Spencer yang dikenal tidak percaya pada suatu agama apapun, ia mengatakan “ Kita terpaksa mengakui juga, bahwasanya segala kejadian ini adalah tanda bukti daripada Kodrat Yang Mutlak dan sangat tinggi untuk dicapai oleh akal kita. Dan agama itu yang mula mula sekali menampung hakikat yang tinggi dan mengajarkan siapa Dia. Cuma saja, agama itu pada mulai turunnya masih bercampur aduk dengan ajaran yang kacau balau”.

Daftar Pustaka
) HAMKA, BUYA.,2018,Pelajaran Agama Islam, Jakarta, Republika Penerbit.


Ditulis oleh: Muhammad Afiffudin Anshori 
Mahasiswa UIN JAKARTA (PERBANDINGAN MADZHAB) 
Semester 1
Ig: mochammad_Anshori

"HIDUP MULIA ATAU MATI SYAHID"